Sragen – Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) mengadakan kegiatan yang bertajuk “Sosialisasi Bijak Bermedia: Mencegah Penyebaran Hoaks di Era Digital” di Balai Desa Tunggul, Gondang, Sragen pada Kamis (25/01) kemarin. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN) ini menyasar pemuda-pemudi Desa Tunggul yang aktif dalam menggunakan media sosial dan mengkonsumsi informasi di dunia maya.
Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di Desa Tunggul bagaimana memilah dan mengetahui informasi benar dan tidak benar, yang biasa dikenal dengan istilah “hoaks atau hoax”. Hoaks sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti berita bohong. Hoaks merupakan informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya.
Tanpa kita sadari, banyak sekali hoaks yang bermunculan di masyarakat bahkan tidak jarang informasi tersebut mampu memecah belah dan menimbulkan perselisihan di masyarakat tanpa mereka ketahui kebenaran informasi tersebut. Maka dari itu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui perbedaan informasi benar dan tidak benar sehingga mampu menjadi penangkal penyebaran informasi hoaks.
Dalam sosialisasi tersebut, masyarakat mendapatkan edukasi mengenai ciri-ciri dan perbedaan informasi yang benar dan tidak benar, cara memeriksa fakta dibalik informasi melalui foto dan video, hingga cara melaporkan informasi hoaks yang beredar luas di masyarakat, khususnya sosial media kepada pihak yang berwenang untuk nantinya di proses dan di berikan klarifikasi.
“Informasi hoaks atau hoax biasanya memiliki judul clickbait yang bikin masyarakat kepo dan akhirnya tertarik nih untuk klik link tersebut. Selain itu, hoaks biasanya juga ada foto atau video bahkan narasumber yang tidak jelas itu siapa orangnya, dimana foto atau video itu diambil, bahkan kapan foto tersebut diambil. Kebanyakan foto atau video yang dicantumkan hanya mengambil dari potongan video atau yang tidak ada hubungannya dengan informasi yang disampaikan,” ucap Shinta, mahasiswa KKN UNS.
Masyarakat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut, khususnya dalam sesi diskusi bersama narasumber seputar bagaimana cara memilah informasi yang beredar di masyarakat, baik dari mulut ke mulut hingga yang tersebar di media sosial.
“Mbak, bagaimana jika informasi hoaks tersebut disebarkan oleh para orang tua?,” tanya salah seorang peserta sosialisasi.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Shinta mengatakan untuk segera melakukan cek data informasi apakah benar atau tidak sehingga masyarakat dapat meluruskan informasi tersebut.
“Waduh, jujur kalau informasi dari sesepuh atau orang yang dituakan susah untuk dibantah ya, Mas. Mungkin seperti yang sudah ditampilkan sebelumnya, Mas bisa melakukan cek fakta mengenai informasi tersebut dan apabila informasi tersebut benar adanya maka dapat disebarkan luaskan kepada orang lain. Namun, apabila informasi tersebut keliru atau hoaks, sebaiknya kita memberitahukan kepada beliau bahwa informasi tersebut tidaklah benar. Sehingga kita berharap informasi bohong tersebut hanya sampai di kita saja, tidak tersebar hingga ke orang lain,” jelas Shinta.
Shinta juga menjelaskan masyarakat dapat memanfaatkan tools atau alat yang tersedia di berbagai platform untuk mengecek kebenaran informasi, foto, dan video yang diterima. Bahkan, portal berita juga dapat menjadi acuan untuk mengecek validitas informasi asalkan sudah terverifikasi oleh Dewan Pers di Indonesia.
“Untuk mengetahui berita tersebut benar atau hanya hoaks, Mas dan Mbak juga bisa menggunakan beberapa tools dan website yang tersedia di Google, seperti Google Lens, Yandex, Google Reverse Search Image, dan Tineye. Portal berita seperti Kompas, Liputan6, CNN, CNBC, dan sebagainya juga bisa menjadi acuan untuk kebenaran informasi tersebut karena sudah terverifikasi oleh Dewan Pers Indonesia,” terang Shinta.
Shinta menambahkan terdapat badan independen yang juga dapat menjadi pilihan masyarakat untuk mengecek kebenaran informasi yang mereka dapatkan.
“Selain itu, di Indonesia sendiri juga ada laman cekfakta.com yang dimana Mas dan Mbak bisa mengetik kata kunci yang ingin dicari informasi nya. Nah, dari hasil pencarian tersebut akan terlihat apakah informasi yang diterima termasuk berita benar atau hanya hoaks,” tambahnya.
Shinta berharap sosialisasi ini mampu menjadi langkah awal untuk mencegah penyebaran informasi hoaks di Desa Tunggul sehingga masyarakat diharapkan lebih peduli dalam menerima dan menyebarkan informasi yang didapatkan, baik informasi yang didapatkan dari mulut ke mulut hingga dunia maya, khususnya media sosial.







